Oleh: Admin Temu Ide Inovasi
Flyer acara Luvtrip Webinar Talkshow #6: Dari Kepedulian ke Aksi Nyata: Langkah Keberlanjutan Mengatasi Krisis Iklim
Jakarta, 8 Maret 2025 – Temu Ide Inovasi menggelar webinar talkshow tentang krisis iklim. Kegiatan diisi oleh aktivis, praktisi, dan akademisi yang peduli terhadap lingkungan, di antaranya Alvina Damayanti (Bank Sampah Berahan Kulon Demak), Muhammad Yunan (Trash Hero Baubau) dan Andi Pratiwi (University of Leeds, UK). Krisis iklim bukan lagi sekadar ancaman masa depan, tetapi sudah menjadi kenyataan yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti anomali cuaca dan musim yang tidak menentu.
Kebijakan yang Kontradiktif dan Tantangan di Lapangan
Salah satu poin utama yang dibahas adalah kontradiksi kebijakan pemerintah terkait perubahan iklim. Meskipun terdapat banyak inisiatif seperti konservasi alam dan pembangunan berkelanjutan, implementasi di lapangan masih menghadapi tantangan besar. Contohnya, upaya penurunan emisi gas rumah kaca sering kali berbenturan dengan kebijakan pembukaan lahan baru untuk proyek food estate. Sementara itu, industri ekstraktif tetap berjalan beriringan dengan program restorasi mangrove, mencerminkan ketidakseimbangan dalam kebijakan lingkungan di tingkat nasional dan lokal.
Tidak hanya itu, pendekatan kebijakan sering kali bersifat teknokratik tanpa mempertimbangkan kondisi masyarakat. Misalnya, kebijakan relokasi warga di daerah rawan banjir seperti di Demak tidak selalu memperhitungkan keberlanjutan mata pencaharian mereka. Masyarakat sering kali ditempatkan sebagai kelompok rentan tanpa diberikan kesempatan untuk memimpin gerakan perubahan iklim. Padahal, banyak inisiatif berbasis komunitas yang telah berhasil mengelola lingkungan dengan cara yang lebih berkelanjutan.
Sampah dan Konsumtivisme: Tantangan Gaya Hidup bagi Keberlanjutan
Masalah sampah menjadi isu utama yang disoroti dalam diskusi ini. Volume sampah yang terus meningkat diperparah oleh gaya hidup konsumtif masyarakat. Meskipun berbagai upaya pengelolaan sampah sudah dilakukan, sistem pemilahan dan ekonomi sirkular masih lemah. Dalam banyak kasus, sampah plastik tetap berakhir di laut meskipun ada gerakan untuk mengurangi polusi laut melalui ekonomi biru.
Sejak 2013, berbagai gerakan publik telah dilakukan untuk meningkatkan kesadaran, seperti kampanye aksi bersih dan edukasi lingkungan bagi anak-anak. Namun, gerakan ini kerap menghadapi kritik, karena hanya dianggap sebagai solusi jangka pendek. Oleh karena itu, organisasi seperti Trash Hero tidak hanya fokus pada aksi bersih, tetapi juga pada perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah dan mengurangi konsumsi plastik. Bahkan, pada 2018, gerakan ini berhasil mendorong perubahan di tingkat pemerintahan dengan kebijakan penggunaan tumbler dan sistem prasmanan untuk mengurangi limbah plastik sekali pakai.
Para narasumber dan peserta saat sesi tanya jawab dalam webinar Temu Ide Inovasi, 8 Maret 2025.
Pariwisata Berkelanjutan sebagai Solusi
Dalam diskusi ini, pariwisata berkelanjutan juga menjadi perhatian utama. Community-Based Tourism (CBT) dan ekowisata dinilai sebagai solusi yang dapat mendukung ekonomi lokal tanpa mengorbankan lingkungan. Beberapa desa wisata telah mengembangkan sistem pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular, seperti inisiatif bank sampah di Desa Berahan Kulon yang bekerja sama dengan multi pihak. Sampah plastik yang dikumpulkan ditabung dan digunakan sebagai dana bantuan saat hari raya, menciptakan nilai ekonomi dari limbah.
Namun, tantangan terbesar dalam pengelolaan sampah di sektor pariwisata adalah kurangnya kesadaran dan keterlibatan langsung masyarakat. Masih banyak wisatawan dan pelaku usaha yang enggan bertanggung jawab atas limbah yang dihasilkan. Selain itu, sistem pembuangan sampah di Indonesia masih menggunakan metode open dumping di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yang memperparah masalah lingkungan. Oleh karena itu, edukasi tentang pemilahan dan pengelolaan sampah yang lebih efektif menjadi kunci utama dalam menciptakan pariwisata yang lebih berkelanjutan.
Peran Perusahaan dan Greenwashing
Perusahaan juga memiliki tanggung jawab besar dalam krisis iklim, terutama dalam hal produksi plastik. Sayangnya, banyak perusahaan yang hanya memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) secara simbolis, tanpa benar-benar melakukan perubahan yang berdampak signifikan. Fenomena greenwashing—strategi pemasaran yang menampilkan perusahaan sebagai ramah lingkungan padahal masih memiliki dampak negatif yang besar—menjadi isu yang perlu diwaspadai. Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih kritis dalam memilih produk dan mendukung perusahaan yang benar-benar memiliki komitmen terhadap keberlanjutan.
Kolaborasi untuk Masa Depan yang Lebih Hijau
Mengatasi krisis iklim membutuhkan pendekatan multidimensi dan interseksional. Kolaborasi antara komunitas lokal, pembuat kebijakan, dunia usaha, dan konsumen menjadi kunci utama dalam mewujudkan perubahan yang berkelanjutan. Kebijakan yang diterapkan harus berakar pada kondisi nyata di lapangan dan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Pariwisata berkelanjutan memiliki potensi besar dalam mendukung upaya ini, namun diperlukan perubahan pola pikir dan perilaku di berbagai sektor. Pengelolaan sampah yang lebih efektif, pengurangan konsumsi plastik, dan peningkatan tanggung jawab perusahaan adalah beberapa langkah konkret yang dapat diambil untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan lestari. Dengan aksi nyata yang lebih terstruktur dan kolaboratif, masa depan yang lebih hijau bukanlah sekadar impian, tetapi sebuah kenyataan yang bisa kita wujudkan bersama. Mari bergerak sekarang untuk masa depan yang lebih berkelanjutan!